*MUQODDIMAH* Ba`da Tahmid dan Sholawat "sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkanya ( Hr. bukhori.)

Para Wanita Shalihah dan Mujahidah

1. Rabi’ah Adawiyah
dakwatuna.com – Nama lengkapnya adalah Rabi’ah binti Ismail bin Hasan bin Zaid bin Ali bin Abi Thalib. la senantiasa dimintai sebuah fatwa dari beberapa pembesar-pembesar sufi masanya. Rasa ketakutannya kepada Allah telah menjadikannya sebagai seorang wanita yang senantiasa menangis. Ini tampak sekali di saat ia mendengar seorang laki-laki membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan Neraka di hadapannya, ia langsung berteriak dan tersungkur karena rasa ketakutannya terhadap api neraka. la senantiasa melakukan shalat malam secara penuh. Ketika fajar mulai menjelang, ia tidur sebentar ditempat shalatnya hingga pagi tiba.
Pada suatu waktu, datang seorang laki-laki memberikan uang sebanyak 40 dinar kepadanya. Ia berkata kepada Rabiah “gunakanlah uang ini untuk membantu keperluan-keperluanmu.” Mendengar perkataan itu, Rabiah Adawiyah menangis. Ia menengadahkan mukanya ke langit, seraya berkata “Tuhan telah mengetahui, bahwa aku malu meminta barang-barang duniawi kepada-Nya, padahal la lah yang memiliki dunia ini. Oleh karena itu, bagaimana mungkin aku akan meminta duniawi kepada orang yang sebenarnya tak memiliki duniawi itu?
Air matanya selalu bercucuran di saat mengingat hari kematian. la laksana disambar petir di saat teringat hari kematian itu. Bahkan ia selalu merasa kaget dan merasa ketakutan sekali di saat terjaga dari tidurnya. la seraya berkata “wahai jiwaku!, berapa lama engkau tertidur dan berapa lama pula engkau dalam keadaan terjaga? Aku benar-benar merasa ketakutan di saat engkau (jiwa) tertidur dan tak bangun lagi, sehingga yang ada di hadapanmu hanyalah hari kebangkitan.”
Salah satu dari kata-kata bijaknya adalah: “sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau selalu menyembunyikan kejelekanmu.” la berkata: “wahai Tuhanku, ampunilah penyelewenganku selama ini, ampunilah aku!. la meninggal dunia di Baitul Muqdis pada tahun 135 Hijriyah dengan Umur lebih dari 80 tahun. la dikafankan di dalam jubahnya sendiri yang berasal dari anyaman rambut, dan tutup dari kain bulu yang senantiasa ia gunakan pada saat shalat malam. Ini semua adalah karena wasiat yang ia berikan kepada pembantunya agar ia dikafankan semacam itu. Ia juga berwasiat agar ia dimakamkan di Baitul Muqdis.
Tidaklah benar sekali jika perkataan “aku tidak menyembah-Mu lantaran mengharap surga-Mu dan takut atas neraka-Mu, melainkan hanya karena kecintaanku kepada-Mu”, berasal dari perkataan Rabi’ah Adawiyah. Dan sangat tidak benar sekali pula, jika tasawuf Rabi’ah Adawiyah identik dengan nilai-nilai yang dianggap sesat dalam dunia sufi. Semisal, kerinduan terhadap Tuhan, Fana’ (peleburan diri seorang hamba dengan Tuhannya), persaksian langsung terhadap Tuhan, dan lain sebagainya.
2. Nafisah binti Hasan

Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com – Nama lengkapnya adalah Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. la lahir di Mekah pada tahun 145 Hijriyah dan merupakan anak dari seorang wali kota di Madinah. Namun pada masa pemerintahan Ja’far Al-Mansur, ayahnya harus digeser dari kedudukannya sebagai wali kota. Hartanya dirampas dan ia pun harus meringkuk di penjara. Namun, pada masa pemerintahan Al-Mahdi, jabatan dan seluruh harta bendanya yang pernah dirampas oleh Ja’far Al-Mansur, dikembalikan kembali.
la pernah pergi ke Baghdad untuk menjenguk ayahnya di saat masih dalam penjara. la telah menghafal Al-Qur’an semenjak kecil, dan sekaligus juga ikut mempelajari ilmu tafsir. la juga merupakan salah satu dari perawi Hadits. Maka tidaklah mengherankan lagi jika imam Syafi’i sendiri juga pernah meriwayatkan Hadits dari Nafisah. Dan tak hanya itu saja, imam Ahmad bin Hambal pun pernah pula meminta doa kepada Nafisah. la menikah dengan anak pamannya yang bernama Al-Mu’tamin Ishaq bin Ja’far, dan dikaruniai dua orang anak yang diberi nama dengan Qasim dan Ummu Kultsum. la di saat melakukan ibadah haji, pernah memegang kain penutup Ka’bah seraya berkata “ya Tuhanku, ya Tuanku, ya Majikanku, senangkanlah aku dengan keridhaan-Mu kepadaku.” la pada masanya, dikenal sebagai wanita yang mempunyai doa sangat mujarab.
Bibinya pernah memintanya untuk mau memperhatikan dan menyayangi dirinya sendiri. Namun, Rabi’ah malah menjawab, “ya bibiku, barang siapa yang senantiasa berada dijalan Tuhan secara terus menerus, maka alam semesta ini akan berada di tangan dan kehendaknya pula.”
la tak pernah memakan makanan selain dari harta suaminya sendiri, lantaran rasa malu dan kehatian-hatiannya memakan makanan yang tak jelas halal dan haramnya. la pernah berkunjung ke Mesir dan disambut dengan riang gembira oleh masyarakat setempat. Sehingga di saat Imam Syafi’i meninggal dunia, ia sangat berduka sekali, dan meminta agar jenazah imam Syafi’i disinggahkan di dalam rumahnya agar ia bisa menshalati Imam Syafi’i dan sekaligus mendoakannya.
Penduduk Mesir pernah mengadukan kezhaliman bani Thalun kepada Nafisah. la lantas menyikapi pengaduan itu dengan cara menempelkan sepucuk surat di seberang jalan. la mengatakan dalam suratnya itu “Engkau semua yang telah menjadikannya raja, namun engkau semua pula telah diperbudaknya. Engkau semua yang telah memberikannya kekuatan, namun engkau semua pula yang malah ditindasnya. Engkau semua yang telah memberikannya sebuah pemerintahan, namun engkau semua yang akhirnya menyesal atas pemberian itu. Dulunya kalian semua dalam keadaan makmur, namun karenanya lah kemakmuran itu pergi. Maka ketahuilah kalian semua, berdoa di malam hari demi sebuah kemaslahatan pasti terkabulkan. Apalagi doa itu berasal dari hati-hati yang merasa kecewa, orang-orang yang sedang dilanda kelaparan, dan orang-orang yang sudah sangat susah sekali mendapatkan pakaian yang layak. Dan ketahuilah kalian semua, sangat mustahil sekali jika seorang zhalim masih bisa hidup di saat orang yang di zhalimi telah meninggal dunia. Dan ketahuilah (wahai pemerintah) bahwa kejahatan-kejahatan kalian selama ini, kami sikapi dengan penuh kesabaran. Berlakulah jahat terus, sehingga kita akan terus menjadi orang-orang yang teraniaya. Dan bertindaklah zhalim terus, dan kita di sini akan menjadi orang-orang yang terzhalimi. Dan ketahuilah, bahwasanya orang-orang yang senantiasa berlaku zhalim suatu saat pasti akan jatuh.” Membaca tulisan Nafisah itu, bani Thalun merasa gemetaran dan takut, sehingga ia bersedia menjalankan sebuah pemerintahan yang adil dan bijaksana.
Pada akhirnya, ia merasa bahwa berada di tengah-tengah masyarakat akan mengganggu konsentrasinya dalam melakukan ibadah. la mulai memantapkan hati untuk meninggalkan Mesir dan kembali menuju Madinah. Namun, masyarakat setempat tidak ingin berpisah dengannya. Maka wali kota berusaha mencarikan jalan tengah antara keinginan masyarakat setempat dengan keinginan suci Nafisah. Oleh karena itu, wali kota mendirikan sebuah rumah untuk Nafisah yang berada jauh dari keramaian manusia, dan menjadwal hari berkunjung masyarakat kepada Nafisah, yaitu pada tiap hari sabtu dan rabu saja.
3. Hafsah binti Sirin
Ia adalah saudara perempuan Muhammad bin Sirin: seorang Tabi’in yang senantiasa beribadah dan sekaligus ahli dalam bidang fiqih.
Khafasah hafal Al-Qur’an dengan sangat baik semenjak berusia 12 tahun. Bahkan Muhammad bin Sirin sendiri di saat merasa kesukaran dalam memahami sesuatu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, memerintahkan kepada muridnya untuk pergi menghadap Hafsah. la berkata “menghadaplah kalian semua kepada Hafsah, dan bertanyalah kepadanya tentang bagaimana cara ia memahami permasalahannya ini (permasalahan yang bersangkutan dengan Al-Qur’an). Sebab, ia bagaikan orang yang telah meminum bahtera keilmuan yang ada dalam Al-Qur’an.”
Kemuliaannya sangat dikenal oleh ulama-ulama semasanya. Terbukti dari perkataan lyyas bin Muawwiyah: “aku tak pernah melihat satu pun orang yang lebih mulia dari Hafsah binti Sirin.” Khasan Basri dan bin Sirin sendiri juga mengakui, tak ada seorang pun yang bisa menandingi keutamaan Hafsah. Sehingga tidaklah mengherankan lagi, jika bin Dawud menggolongkannya sebagai wanita-wanita mulai dari kalangan para tabi’in.
la selalu berpuasa selama setahun penuh, kecuali pada hari-hari yang tak diperbolehkan melakukan puasa.
Setiap malam ia selalu membaca separuh dari ayat-ayat Al-Qur’an. Ia mempunyai sebuah kain kafan yang senantiasa ia pakai di saat menunaikan ibadah Haji maupun di saat sedang melakukan ibadah di malam kesepuluh hari terakhir pada bulan suci Ramadhan.
Salah satu dari kata-kata bijaknya adalah “wahai para pemuda, pergunakan waktumu sebaik-baiknya di saat kalian dalam keadaan muda. Sesungguhnya, aku melihat banyak sekali amal perbuatan yang bisa dilakukan oleh para pemuda.”
la mengambil riwayat Hadits dari saudara laki-lakinya sendiri yang bernama Yahya, begitu pula dari Anas bin Malik, Ummu Athiah al Anshariah, dan selain dari mereka.
Sedang orang-orang yang mengambil periwayatan hadits darinya adalah Muhammad bin Sirin, Qatadah, Asyim al Ahwal dan selainnya.
Ibni Hibban, Yahya bin Muayyan dan Ahmad bin Abdullah, menganggap Hafsah termasuk para perawi Hadits yang dapat dipercaya.
Ia meninggal dunia di Madinah pada tahun 101 Hijriyah dengan usia mendekati 70 tahun.
4 . dakwatuna.com – Gelarnya adalah Ummu Sahba’. la merupakan salah satu dari para Tabi’in yang ikut meriwayatkan hadits Nabi. la adalah istri dari Shilah bin Asyim, seorang tabi’in yang konon juga merupakan seorang sahabat Nabi. Abu Nairn setelah memuji Shilah bin Asyim dalam kitabnya yang berjudul Huliyah Auliaya’ mengatakan bahwa Shilah bin Asyim mempunyai seorang istri yang bernama Muadzah Al-Adawiyyah. la seorang wanita yang tepercaya, argumentatif, pandai dan sekaligus senantiasa melakukan ibadah.”
la pernah berkata: “Aku telah menjalani kehidupan di dunia ini selama 70 tahun. Selama itu pula aku tak pernah melihat sesuatu yang bisa menggembirakan hati dan mataku.”
Di saat Syilah sedang terjun dalam sebuah peperangan bersama anak laki-lakinya, ia berkata “dimana anakku?” Setelah mendapatkan anaknya, ia langsung merangsak maju berperang dengan membawa anaknya, sehingga ia pun harus gugur di medan laga. Melihat musibah yang sedang dialami oleh Muadzah lantaran kematian suaminya, para wanita-wanita berkumpul pada sebuah tempat dan kemudian beranjak untuk mengunjungi Muadzah. Muadzah berkata kepada mereka ” selamat datang, apabila kalian semua datang untuk menenangkanku, maka aku menerima kehadiran kalian. Dan apabila bukan karena itu, maka kembalilah.”
la sangat tekun melakukan shalat malam. Dan ini sangat terkenal sekali di kalangan umat Islam waktu itu. Ia senantiasa melakukan shalat malam sampai menjelang masa sahur. Berkatalah Az-Zhahabi kepada Muadzah: “aku telah mendengar kabar bahwa engkau senantiasa melakukan ibadah malam”, maka menjawablah Muadzah “aku sungguh merasa heran dengan mata yang senantiasa tertidur. Bagaimana tidak, di kuburan nanti mata kita akan senantiasa tertidur dan tak akan pernah bisa melakukan ibadah lagi.”
la pernah berkata: “demi Allah, aku tak mencintai kehidupan ini kecuali karena ingin berdekatan dengan-Mu. Semoga dengan kedekatanku kepada-Mu ini, Engkau mau mengumpulkan aku kembali dengan suami dan anakku dalam surga.” la sangat mencintai suaminya. la setelah ditinggal mati oleh suaminya tak pernah lagi tidur di atas ranjang. la senantiasa tidur di atas lantai, dengan harapan bisa bertemu kembali dengan suaminya dalam mimpi. la meninggal dunia pada tahun 83 Hijriyah.
5. Zaenab Al-Ghazali
dakwatuna.com – Nama lengkapnya adalah Zaenab Muhammad Al-Ghazali al-Jibili. la lahir pada tahun 1917 Masehi di desa Mayyet Ghamar di sebuah propinsi yang bernama Daqahliyah di Mesir. Ayahnya merupakan salah satu ulama Al-Azhar. la belajar di sebuah madrasah di kampung halamannya sendiri. la belajar ilmu-ilmu agama di bawah asuhan para ulama-ulama besar al Azhar. Di antara ilmu-ilmu yang ia pelajari adalah Ilmu Hadits, Tafsir, dan Fiqih.
la merupakan anggota termuda dari perkumpulan wanita-wanita Mesir di bawah pimpinan Hadi Sya’rawi. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari perkumpulan tersebut di saat mengetahui adanya perilaku-perilaku yang tak selaras dengan ajaran Islam. Ia kemudian mendirikan komunitas wanita-wanita muslim pada tahun 1937 di Kairo. Umurnya pada saat itu masih sekitar 19 tahun.
Adapun tujuan mendirikan komunitas itu agar diterapkannya syariat Islam dan didirikannya kekhalifahan Islam. Pada tiap-tiap tahunnya ia selalu mengirim 340-400 delegasi untuk melakukan ibadah Haji. la sendiri yang memimpin delegasi-delegasi itu.
Tujuan pengiriman delegasi-delegasi itu adalah untuk menemui sejumlah jamaah haji yang berasal dari penjuru dunia. Delegasi-delegasi itu selalu membahas masalah-masalah pokok dalam Islam dengan para jamaah haji tersebut. Isu-isu yang selalu mereka kembangkan adalah seputar perbaikan umat Islam, mengembalikan kembali kekhalifahan Islam, dan sekaligus bagaimana membangkitkan kembali masa keemasan Islam.
la bertemu dengan imam Syahid Hasan Al-Banna pada tahun 1941 Masehi. Hasan Al-Banna membaiat Zaenab untuk turut serta melakukan perjuangan bersama Ikhwanul Muslimin. Sebab, tujuan dan landasan perjuangan mereka adalah sama. Dan pada tahun 1980, ia mendirikan majalah perkumpulan wanita-wanita muslim (Sayyidah Muslimah), dan dibubarkan pada tahun 1985. la juga memimpin salah satu divisi yang ada dalam organisasi Ikhwanul Muslimin. la serta merta membantu keluarga Ikhwanul Muslimin di saat kelompok ini diintimidasi oleh pemerintah pada tahun 1954. Dan pada tahun 1964, perkumpulannya tersebut dibubarkan oleh tentara dengan menyita harta dan kepemilikan mereka.
Pada tahun 1965, ia ditangkap oleh pemerintah dengan tuduhan terlibat dalam sebuah kasus yang ada pada Ikhwanul Muslimin di saat bersitegang dengan pemerintah. Pemerintah menuntut kepada parlemen menjatuhi hukuman mati kepada Zaenab. la sebelum dipastikan sebagai tawanan perang, telah menerima berbagai macam siksaan di penjara.
la akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama 25 tahun, dan diharuskan melakukan kerja berat selama menjalani masa hukuman. la menulis kesengsaraannya itu dalam sebuah buku yang berjudul “Ayyam min Hayyati” (hari-hari dalam kehidupanku).
Zainab Al Ghazali (inet)

0 komentar:

Posting Komentar

 
ponpespelita © 2010 | Designed by My Blogger Themes | Email by ponpes.pelita@gmail.com